Pendidikan adalah suatu hal yang amat urgen dalam kehidupan umat manusia secara umum, dan dalam kehidupan umat Islam secara khusus. Oleh karena itu Syari’at Al Qur’an memberikan perhatian yang amat besar, sampai-sampai ayat Al Qur’an yang pertama diturunkan adalah 5 ayat dalam surat Al ‘Alaq, yang memerintahkan umat manusia untuk membaca dan belajar. Bukan hanya itu, bahkan syari’at Al Qur’an telah menjelaskan bahwa kehidupan manusia baik di dunia atau di akhirat tidaklah akan menjadi baik kecuali dengan didukung oleh pendidikan yang baik dan benar. Oleh karena itu seluruh mahluk yang ada di dunia ini dinyatakan senantiasa mendoakan kebaikan kepada setiap orang yang berjuang dengan mengajarkan kebaikan kepada umat manusia. Mari kita renungkan bersama sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berikut ini,
“Sesungguhnya Allah, seluruh Malaikat-Nya, seluruh penghuni langit-langit dan bumi, sampaipun semut yang berada di dalam liangnya, dan sampai pun ikan, senantiasa memuji dan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Sungguh begitu Islam memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap orang – orang yang mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan. Bahkan keadaan dunia sekarang inipun terwujud karena sistem pendidikan juga, yang sebetulnya kita sendiri juga masih ragu apakah sistem yang ada dan yang sedang diupayakan saat ini adalah sistem yang akan membawa kita pada kemuliaan hidup di dunia dan di akherat ataukah sistem yang hanya akan memuliakan kita di dunia tetapi malah menghinakan kita di akhirat kelak.
Peserta didik adalah objek pendidikan yang akan menjadi output dari proses pendidikan yang kita upayakan. Manakala sistem yang kita upayakan sudah sesuai dan baik, maka harapan yang muncul adalah adanya outcome pendidikan yang berkualitas, baik kualitas akal maupun kualitas ketuhanannya. Apabila naluri duniawi dan naluri ketuhanan hidup secara seimbang dalam pikiran manusia, maka yang terjadi adalah adanya keselarasan dan keteraturan di alam ini. Setiap tindakan akan didasarkan pada dua hal penting, yaitu kemaslahatan dunia dan keridloan Allah.
Tidak salah rasanya kalau kita tengok sekilas tentang draft Tujuan Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Menengah yang ditelorkan oleh pakar – pakar pendidikan kita.
1. Meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia;
2. Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3. Meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis;
4. Meningkatkan kualitas jasmani;
5. Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual;
6. Menuntaskan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia;
7. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara;
8. Memperluas akses pendidikan non-formal bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan;
Sekilas melihat Tujuan Pendidikan di atas, memang tidak ada satu ayat pun yang keliru. Semua tepat dan mempunyai tujuan yang baik. Dengan catatan apabila dilaksanakan dengan metode dan oleh personil – personil yang tepat pula.
Nah, sekarang yang jadi masalah – terutama di negara kita – adalah apakah sistem dan kurikulum yang kita anut sekarang sudah tepat?. Sementara dari tahun ke tahun kurikulum ini terus menerus berubah. Entah karena alasan penyempurnaan atau alasan apapun, justru seringnya perubahan itulah yang mungkin membuat para guru bukan semakin pandai, tetapi jadi semakin bingung. Belum lagi personil – personil yang terlibat dalam bidang pendidikan, baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung, yang terkesan belum siap dan memadai untuk mendukung program pemerintah. Memang tidak ada salahnya kalau kita mengkaji lebih jauh menenai kurikulum yang sedang kita gunakan. Kurikulum yang sangat sempurna. Tapi ironis, outcome yang dihasilkan justru jauh dari sempurna. Ini yang perlu kita semua sebagai insan pendidik renungkan bersama.
Bangsa kita Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Data statistik menunjukkan bahwa di belahan dunia manapun, negara dengan penduduk Islam terbanyak adalah negara kita. Kita harusnya bangga sebagai umat Islam kita memiliki sebuah Mu’jizat agung warisan dari Rasulullah Muhammad S.A.W yang berupa Kitab Suci Al Qur’an dan petunjuk beliau di dalam Al Hadits. Kalau kita kaji lebih jauh, segala sendi kehidupan, termasuk pendidikan, semua telah di arahkan dengan sangat sempurna di dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Tapi kita sering merasa lupa diri dan sombong. Menganggap produk dan sistem Amerika dan dunia Barat adalah segala – galanya. Kita mengadopsi kurikulum dan sistem Barat untuk dunia pendidikan kita. Memang tidak ada salahnya, tapi yang perlu kita ingat adalah bahwa orientasi kita, sebagai masyarakat Muslim, jelasa sangat berbeda dengan orientasi kaum Liberalis Barat. Saat kita hendak mencapai suatu tujuan tertentu, yang kita perlu lakukan adalah menggunakan metode yang sesuai dengan arah tujuan yang ingin kita capai. Dengan ungkapan lain, kalau kita ingin berkebun Durian , carilah tanah dan tempat yang sesuai. Tidak boleh asal tanam.
Tujuan yang kita inginkan adalah mencetak generasi yang beriman dan berilmu, sementara sistem yang kita anut adalah sistem yang di gunakan oleh Barat, yang dengan kemajuan ilmunya justru sekarang menjadi penyebar teror dimana-mana. Jelas hal ini tidak akan berhasil karena kita semua tahu bahwa sebagian besar Bangsa Barat adalah kaum yang menafikan adanya Tuhan. Teori – teori jahiliyah seperti Teori Darwin, yang menganggap alam semesta adalah sebuah teori kebetulan, ternyata masih saja di anut oleh sebagian besar buku – buku Biologi di Dunia, termasuk di negara kita. Hal ini sangatlah ironis bahwa kebohongan – kebohongan global sudah meracuni dunia pendidikan kita. Dan menjadi sangat memprihatinkan tatkala kita sudah mengetahui adanya kebenaran, melalui Al Qur’an, bahwa Allah lah pencipta segalanya. Itulah yang seharusnya menjadi bahan perenungan kita. Mengapa kita tidak membanggakan dan mengkaji teori – teori yang ada di dalam Al Qur’an?. Padahal di negara kita terdapat banyak sekali ahli – ahli yang berkompeten dalam mengkaji Al Qur’an. Kenapa teori – teori yang di paparkan oleh Al Qur’an hanya menjadi bahan dakwah para ustadz dan kyai saja?. Bukankah guru juga pengemban misi dakwah?
Kalau kita kaji lebih jauh, sebagaimana Syari’at Al Qur’an juga mengajarkan agar pendidikan yang disampai kepada masyarakat senantiasa didasari oleh data yang autentik dan kebenaran. Sebagai salah satu contoh nyata hal ini ialah kisah berikut,
“Dari Abdullah bin ‘Amir, ia menuturkan: Pada suatu hari ibuku memanggilku, sedangkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk-duduk di rumah kami, kemudian ibuku berkata, Hai nak, kemarilah, aku beri engkau sesuatu. (Ketika mendengar perkataan ibuku itu) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya? Ibuku menjawab, Aku hendak memberinya kurma, Lalu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, Ketahuilah sesungguhnya engkau bila tidak memberinya sesuatu, maka ucapanmu ini niscaya dicatat sebagai satu kedustaanmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Demikianlah pendidikan dalam syari’at Al Qur’an, oleh karena itu tidak mengherankan bila Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam menjadikan kedustaan sebagai salah satu kriteria orang-orang munafik.
“Pertanda orang-orang munafik ada tiga, bila ia berbicara ia berdusta, bila ia berjanjia ia ingkar, bila diamanati ia berkhianat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bila kita bandingkan hadits ini dengan fenomena pendidikan yang ada dimasyarakat kita, baik yang ada dalam keluarga, atau di masyarakat atau di sekolah-sekolah, niscaya kita dapatkan perbedaan yang amat besar. Pendidikan di masyarakat banyak yang disampaikan dengan kedustaan dan kebohongan, misalnya melalui dongeng palsu, cerita kerakyatan, cerita fiktif, sandiwara, film-film yang seluruh isinya berdasarkan pada rekayasa dan kisah-kisah palsu dll. Para pakar menganggap hal itu sebagai media penyampaian saja. Sehingga mereka seperti tidak merasa bersalah bahwa mereka telah mengajarkan nilai – nilai kepada anak-anak kecil dengan media kebohongan.
Oleh karena itu tidak heran bila di masyarakat kita perbuatan dusta merupakan hal yang amat lazim terjadi dan biasa dilakukan, karena semenjak dini mereka dilatih melakukan kedustaan dan kebohongan.
Diantara keistimewaan metode pendidikan dalam syari’at Al Qur’an ialah ditanamkannya nilai-nilai keimanan kepada Allah Ta’ala, rasa takut kepada-Nya, senantiasa tawakkal dan sadar serta yakin bahwa segala kebaikan dan juga segala kejelekan hanya Allah yang memiliki, tiada yang mampu mencelakakan atau memberi kemanfaatan kepada manusia tanpa izin dari Allah Ta’ala. Sehingga dengan menanamkan keimanan kepada Allah Ta’ala sejak dini semacam ini, menjadikan masyarakat muslim berjiwa besar, tangguh bak gunung yang menjulang tinggi ke langit, bersih jauh dari sifat-sifat kemunafikan, penakut, berkhianat, memancing di air keruh atau menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
Kisah berikut adalah salah satu contoh nyata pendidikan Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya,
“Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu ia berkata, Suatu hari aku membonceng Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda kepadaku, “Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syari’at) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syari’at) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa dihadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat taqdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.”
(HR. Ahmad, dan At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Dan berikut adalah salah satu contoh generasi yang telah tertanam pada dirinya pendidikan Al Qur’an, yang senantiasa mengajarkan agar setiap manusia senantiasa mengingat Allah, dan senantiasa sadar bahwa Allah selalu melihat dan mendengar segala gerak dan geriknya. Pada suatu malam ada seorang wanita yang memerintahkan anak gadisnya untuk mencampurkan air ke dalam susu yang hendak ia jual, maka anak gadis tersebut menjawab dengan penuh keimanan, “Bukankah ibu telah mendengar bahwa Umar telah melarang kita dari perbuatan semacam ini?! Maka sang ibu pun menimpali dengan berkata, Sesungguhnya Umar tidak mengetahui perbuatanmu! Maka anak gadis tersebut menjawab dengan berkata, “Sungguh demi Allah aku tidak sudi untuk mentaati peraturan Umar hanya ketika di khalayak ramai, akan tetapi ketika aku sendirian aku melanggarnya.”
Kita semua bisa bayangkan bila prinsip-prinsip islamiyyah yang terkandung dalam hadits ini terwujud pada masyarakat kita, maka saya yakin bahwa masyarakat kita akan terhindar dari berbagai praktek-praktek pengecut, khianat, korupsi, penakut, putus asa, dll. Dan pasti kejayaan Islam akan kembali terangkat seiring dengan semakin baiknya akhlak manusia.
Tentu pendidikan yang semacam ini menyelisihi pendidikan yang sekarang banyak dilakukan oleh masyarakat kita, dimana anak-anak kita sejak kecil senantiasa dihancurkan kejiwaannya, keberaniannya dengan berbagai dongeng tentang hantu, syetan, khayalan tentang superman, batman, satria baja hitam, atau yang serupa yang menggambarkan tentang manusia yang bisa terbang, merubah bentuk, dengan berbagai kedustaan yang ada pada kisah-kisah tersebut. Tidaklah mengherankan bila generasi yang dibina dan jiwanya dipenuhi dengan kisah-kisah palsu semacam ini, hanya pandai mengkhayal, dan mudah putus asa, penakut dan pemalas serta tidak adanya kekuatan dalam diri generasi muda sekarang untuk takut kepada Tuhan Yang Esa, Allah S.W.T. padahal inti dari kehidupan seorang Muslim adalah Iman dan Ihsan, dimana adanya sikap kepercayaan sepenuhnya pada Allah dan merasa bahwa Allah selalu Melihat dan bersama kita dimanapun dan dalam keadaan apapun juga. Apabila mental seperti itu terwujud, sungguh saya yakin, negara ini akan menjadi sebuah negara yang sangat kuat, maju, dan bermartabat. Predikat sebagai negara berkembang dengan penduduk Muslim terbesar di Dunia akan merubah menjadi negara maju dengan penduduk Muslim terbesar di Dunia. Sangat indah telinga ini mendengarnya.
Semoga hal ini menjadi perenungan untuk kita semua bahwa sudah saatnya kita kembali kepada nilai-nilai Al Qur’an dan tuntunan Al Hadits. Semoga Allah meridloi.Amin.
Penulis adalah Guru alumni IKIP PGRI Semarang yang sedang bertugas mengajar Anak – Anak TKI di Sabah Malaysia.
good deh utk artikelnya. bisa beri enlightment pada guru-guru di seluruh Indonesia. termasuk myself. keep in touch!
ReplyDeletebut....may I copy ur article to our community in Batang Mosque??? but the name's writer still ur name. thanks
ReplyDeletethanks ur comment...bagus deh kalo bisa memberi manfaat..di copy aja...
ReplyDeletethanks ... artikel nya
ReplyDelete